Laman

Rabu, 05 Juni 2019

Ajukan Visa AS, Pemohon Cantumkan Username Medsos

Ajukan Visa AS, Pemohon Cantumkan Username Medsos

INILAHCOM, Washington - Departemen Luar Negeri AS mulai memberlakukan kebijakan pencantuman username media sosial, alamat email, dan nomor ponsel dalam formulir pengajuan visa. Kebijakan ini mulai diberlakukan demi meningkatkan keamanan turis asing yang masuk ke AS.

Diperkirakan, ada 15 juta orang yang akan terdampak kebijakan ini. Kemungkinan ada 710.000 permohonan visa dari imigran dan 14 juta dari non-imigran, termasuk pelajar dan pelancong yang terdampak.

"Keamanan nasional adalah prioritas kami saat mengabulkan permohonan visa, dan setiap turis dan imigran yang datang ke AS akan menjalani pemeriksaan keamanan yang ekstensif," jelas juru bicara Deplu AS, seperti dilansir TechCrunch.

"Kami akan terus mencari mekanisme untuk meningkatkan proses pemeriksaan demi melindungi warga AS, sementara mendukung legitimasi perjalanan ke AS," imbuhnya.

Para pemohon diminta untuk menyebutkan media sosial yang dimiliki dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Daftar media sosial yang tersedia termasuk Facebook, Instagram, Twitter, Reddit, YouTube, termasuk media sosial asing seperti Weibo dari China.

Pemohon juga bisa menyebut media sosial lain yang dimiliki apabila tidak tercantum dalam daftar. Meski demikian, mereka tampaknya bisa memilih opsi 'none' jika tidak memiliki akun media sosial apapun.

Nomor ponsel dan alamat email juga ditulis di dalam kolom formulir bersama dengan informasi perjalanan internasional sebelumnya, status deportasi, dan kemungkinan afiliasi kerabat dengan aktivitas terorisme.

Hanya pemohon visa diplomatik dan pejabat yang masuk dalam pengecualian kebijakan ini.

Sebelumnya, permintaan informasi tambahan untuk pemeriksaan seperti email, nomor ponsel, dan sosial media, hanya berlaku oleh Deplu AS bagi pemohon khusus yang memerlukan pengawasan ekstra.

Misalnya mereka yang sebelumnya telah mengunjungi atau berasal dari negara konflik atau negara dengan tingkat terorisme yang tinggi.

Aturan ini sebenarnya mulai diajukan sejak tahun 2018 lalu, namun pihak Deplu AS hanya memperbarui formulir dengan meminta detail informasi tambahan dari pemohon visa.

Menuai kontroversi

Sejak diajukan tahun lalu, kebijakan ini sudah menuai kontroversi, utamanya dari American Civil Liberties Union (ACLU) yang menyebut kebijakan ini tidak efektif dan sangat promblematis.

Direktur ACLU's National Security Project, Hina Shamsi, mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pengawasan media sosial akan efektif dan justru bisa menimbulkan efek 'mengerikan' untuk kebebasan berbicara dan mempromosikan sensor diri secara online.

"Orang-orang sekarang harus hati-hati apakah yang mereka katakan secara online akan disalahartikan atau disalahpahami oleh pemerintah," ucap Shamsi.

Meski demikian, pihak Deplu AS sudah mempunyai anggapan bahwa media sosial adalah forum bagi para teroris untuk merencanakan kegiatannya.

"Ini akan menjadi alat vital untuk menyisir teroris, ancaman kemanan publik, dan individu berbahaya lainnya dari informasi yang diperoleh imigrasi, dan mereka yang masuk ke AS," jelas jubir Deplu AS.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar