Indonesia Minim SDM Bidang Teknologi dan Insinyur
INILAHCOM, Jakarta - Indonesia dengan penduduk sekitar 260 juta jiwa masih mengalami kekurangan tenaga ahli di bidang sains teknologi, insinyur (engineering) , dan matematika (STEM).
Lulusan di Indonesia di bidang-bidang itu dinilai masih belum mencukupi kebutuhan yang ada, seiring perkembangan pesat industri secara global ke arah teknologi yang makin tinggi dan cepat berubah.
Hal itu disampikan Roy Kosasih, Presiden Direktur Honeywell Indonesia, dalam press conference Guru HESA, Siap Untuk Indonesia di Jakarta baru-baru ini.
"Kita lihat, perkembangan industri di dunia semakin hari perkembangannya ke arah teknologi yang makin tinggi dan makin cepat berubah. Sekarang kita bicara internet of things (IoT) dan artificial intelligence (AI). Tapi di lain pihak, kita di Indonesia seperti negara-negara lain, mengalami kekurangan tenaga ahli khususnya di bidang engineering dan teknologi," kata Roy.
Hal tersebut, menurut dia, bisa dilihat dari jumlah lulusan di Indonesia yang sifatnya ke arah teknologi, ataupun pakar di bidang teknologi, sangat kurang dibanding kebutuhan.
"Ini yang menjadi dilema apalagi semakin hari perkembangan teknologi makin meningkat," ucapnya.
Karena itu, Roy menerangkan, kondisi ini mendorong Honeywell sebagai perusahaan teknologi terkemuka untuk berupaya menumbuhkan minat di bidang sains teknologi, engineering, dan matematika (STEM) sejak dini.
"Dari kami, bukan hanya di Indonesia, Honeywell pusat di AS juga ingin mengupayakan bagaimana kita menumbuhkan minat anak-anak agar dapat dipersiapkan menjadi tenaga-tenaga kerja yang lebih andal di bidang sains teknologi, engineering, dan matematika (STEM)," paparnya.
Dengan dorongan itu, Roy menambahkan, Honeywell meluncurkan program Honeywell Educators at Space Academy (HESA) sejak 2013.
Tahun ini, Honeywell mengirimkan 10 guru sekolah Indonesia yang telah lulus dari program tahunan HESA untuk mengikuti pelatihan di US Space & Rocket Center (USSRC) di Huntsville, Alabama, AS.
Selama di sana, para guru mengikuti pelatihan dan aktivitas yang berfokus di bidang Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika, dari 21 hingga 25 Juni 2018.
"Kami mengundang guru-guru, memberi mereka beasiswa untuk diberi pelatihan supaya tujuannya guru-guru ini akan memberikan satu inspirasi, atau mereka punya cara baru untuk mengajarkan STEM (sains, teknologi, engineering, dan mathematics) supaya menumbuhkan minat yang lebih besar lagi bagi anak-anak. Tujuannya, agar ke depan anak-anak didiknya punya keinginan lebih luas untuk berkarya ataupun memiliki keinginan berkembang lebih jauh di bidang STEM," jelasnya.
Dalam program tahunan HESA di US Space & Rocket Center (USSRC), para guru belajar cara-cara dan teknik mengajar yang inovatif agar mereka lebih mampu dalam membangkitkan ketertarikan murid-muridnya dalam pelajaran sains dan matematika.
Dalam program selama lima hari ini, para guru mengikuti pembelajaran intensif 45 jam di kelas, laboratori serta beragam pelatihan, dengan fokus pada eksplorasi luar angkasa.
Para guru juga belajar melalui simulasi pelatihan yang digunakan oleh para astronot NASA dan mengasah jiwa kepemimpinan dan kerjasama mereka, serta membangun jaringan dengan guru-guru dari negara lain.
Ke-10 guru yang dikirimkan dalam program HESA untuk mengikuti pelatihan di USSRC adalah Warsono (guru matematika di SMP Negeri 5 Cilacap), Mohammad Ridwan (guru sains di Sekolah Darma Yudha), Abdul Rahman (guru di MAN Insan Cendekia Gorontalo), Mega Lamita (guru SD Sekolah Tunas Daud), Darum Budiarto (guru di SMKN 1 Seram Bagian Timur, Maluku), Jessica (guru SDS Rhema En Cara, Bogor), Rosdiana Akmal Nasution (guru di Sekolah Bogor Raya), Faqih Al Adyan (guru matematika di Bunda Mulia School), Widia Ayu Juhara (guru matematika di SMP Taruna Bakti Bandung), dan Nur Fitriana (guru SD Negeri Deresan Sleman Yogyakarta)
"Terpilih dalam program HESA sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Kesempatan ini menambah pengetahuan dan pengalaman yang berharga untuk menginspirasi siswa agar tertarik mendalami STEM. Bukan tidak mungkin suatu saat dari Indonesia, bisa muncul astronot," kata Darum Budiarto, guru SMKN 1 Seram Bagian Timur, Maluku.
"Saya akan mengenakan baju biru HESA di depan murid-murid saya agar mereka terinspirasi untuk belajar STEM," imbuhnya.
Begitu juga Nur Fitriana, guru SD Negeri Deresan Sleman, yang mengaku sangat kagum dan terkesan dengan pelatihan dalam program HESA.
"Simulasi roket sederhana ternyata dapat menjadi bahan pelajaran di bidang matematika. Selama ini anak didik saya terkesan takut dan pusing dengan matematika, tapi dengan simulasi ini pasti akan berubah. Praktek simulasi roket ini bisa membuat matematika menjadi pelajaran yang meaningfull dan fun,," ucapnya.
"Kami sangat bangga atas kerjasama dengan Honeywell ini dimana kami terus mengundang guru-guru dari seluruh dunia untuk belajar dan tumbuh bersama di fasilitas kami di Alabama," ujar Dr. Deborah Barnhart, CEO dan Executive Director USSRC.
"Kami di USSRC sangat senang dapat membantu para guru agar mereka bisa menginspirasi murid-murid mereka tentang luar angkasa dan di dalam bidang STEM," pungkasnya.