Laman

Sabtu, 28 Juli 2018

Grab Dituding Jadi Biang Keladi Order Fiktif

Grab Dituding Jadi Biang Keladi Order Fiktif

INILAHCOM, Manila - Grab sedang mengalami masalah di dua negara, Filipina dan Singapura, setelah dilaporkan oleh aplikator lokal yang menyatakan kerugian akibat kecurangan yang dilakukan oleh pihak Grab akibat order fiktif yang diduga berasal dari kompetitor lokalnya tersebut.

Di Filipina perusahaan lokal, Micab secara terang-terangan mengeluhkan order fiktif yang kian merajalela baru-baru ini. Bila ditotal mulai rentang Juni hingga Juli 2018, order fiktif yang dialaminya mencapai 29 ribu kasus.

Chief Executive Oficer (CEO) Micab Eddie F. Ybanez menuding Grab di balik merajalelanya kasus tersebut.

"Kami menerima lebih dari beberapa ratus laporan yang menyebut Grab membujuk pengemudi kami menghadiri orientasi pengemudi mereka. Ini bukti terkuat yang menunjukkan mereka sebagai biang keladi order fiktif," ucap Ybanez seperti dikutip BusinessWorld.

Indikasi lain yang diungkap Ybanez adalah panggilan telepon Grab ke pengemudi Micab terjadi beberapa menit tiap order fiktif terjadi.

"Mereka menghubungi langsung ke nomor telepon pengemudi yang terdaftar di Micab. Bisa dipastikan, nomor itu pasti sulit diperoleh dengan cara lain," paparnya.

Ybanez mengklaim mengantongi data yang menunjukkan nomor kartu SIM yang digunakan pelaku untuk melakukan order fiktif juga berurutan. Dari sinilah, dia menyimpulkan pelaku membeli nomornya secara bersamaan (batches) dalam sekali beli (single entity).

"Pengemudi kami menjadi tidak tertarik untuk menerima pesanan karena takut pesanan itu adalah order fiktif," terang Ybanez.

Kejadian ini, menurut dia, membuat mitra pengemudinya mengalami kerugian serius. Selain membuang-buang waktu dan bensin, order fiktif yang diterima pengemudi seringkali mengarah ke lokasi terpencil.

Hal sama juga dirasakan Owto, layanan transportasi online milik iPARA Technologies and Solutions Inc.

Kepala eksekutif Owto, Joel M. Gayod, mengatakan sejak mulai beroperasi pada Mei 2018, mitra perusahaannya menerima sampai 50 ribu pesanan yang tidak dapat dibuktikan validitasnya.

"Ada upaya untuk menghancurkan sistem (Owto) supaya menghancurkan kepercayaan para pengemudi. Kami telah mengamati pola yang berasal dari nomor pemesan dan ketika mobil itu dekat titik pickup (penjemputan) kemudian dibatalkan," paparnya.

Dilaporkan ke Polisi

Ybanez menyebut kejadian order fiktif yang melanda para mitranya serupa dengan yang dialami pemain lokal di Singapura, RYDE Technologies (RYDE) yang bahkan sudah membawa kasus itu ke kepolisian. Sehingga, dia merasa kasus itu perlu ditindak secara serius. 

Di Singapura, RYDE mengambil langkah tegas dengan melaporkan pihak terduga pelaku order fiktif kepada pihak kepolisian pada akhir Juni 2018. Laporan juga disampaikan kepada otoritas terkait, yaitu Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) dan National Private Hire Vehicles Association (NPHVA) and Land Transport Authority (LTA). 

Gara-garanya, seperti dikutip dari keterangan resmi dari situs RYDE, pada pertengahan Mei 2018 RYDE menerima laporan dalam jumlah besar dari para mitra pengemudi. Seluruhnya terkait order fiktif.  Kasus serupa meningkat hingga enam pekan berikutnya mencapai 300 akun palsu dan 2.000 order fiktif yang terjadi. 

"Ini telah menyebabkan gangguan pada pengemudi dan mengakibatkan hilangnya pendapatan yang ditanggung oleh mereka, kerugian sejumlah lebih dari SGD (dolar Singapura) 50 ribu," bunyi pengumuman resmi RYDE. 

Jika menggunakan kurs Rp10.454 per 1 dollar Singapura, maka kerugian RYDE yang mencapai 50 ribu dollar Singapura itu setara Rp522,72 juta hanya dalam kurun waktu kurang dari dua bulan. RYDE menyebut sudah melakukan penyelidikan secara mendiri terkait itu.

Hasilnya berupa bukti digital yang mengarah ke alamat IP 119.73.221.76, 128.199.213.100 dan 49.213.16.0 sebagai sumber pembuatan akun-akun palsu dimaksud. 

Bukti digital itu ternyata menunjukkan bahwa mayoritas dari akun palsu dan dan order fiktif itu berasal dari lokasi di Midview City1 dan The Herencia2. Alamat dimaksud rupanya lokasi atau biasa disebut basecamp GRAB dan UBER yang sudah tidak beroperasi di Singapura. 

Atas bukti kuat itu, RYDE punya dasar melaporkan ke pihak kepolisian.

"Manipulasi aplikasi tersebut telah menyebabkan kerugian para mitra pengemudi karena mata pencaharian mereka terkena dampak," sebut manajemen RYDE.  

Selain menyebabkan pengemudi kehilangan uang untuk bahan bakar, menurut RYDE, tindakan itu membuat ketersediaan driver untuk mengambil lebih banyak pekerjaan jadi terbatasi. 

Sebab para driver sedang melakukan perjalanan sia-sia menjemput orderan yang sesungguhnya tidak ada manusianya.

"Itu (order fiktif) merupakan tindakan melawan hukum," tegas manajemen RYDE.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar