INILAHCOM, London - Dua tim mahasiswa Indonesia membuktikan prestasi terbaik mereka di ajang Shell Eco Marathon (SEM) Drivers' World Championship (DWC) 2017 yang digelar di London, Inggris, pada 25-28 Mei 2017.
Tim Bengawan 2 dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta dan Tim ITS 2 dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, mewakili Asia di Grand Final setelah tim Asia lainnya dari Filipina gagal menyelesaikan tahap kualifikasi berupa uji rem dinamis (Dynamic Brake Test).
Kualifikasi pertama berupa inspeksi rinci terhadap 12 aspek teknis kendaraan diselesaikan kedua tim Indonesia itu dengan mulus. Kemudian mereka juga lolos dalam kualifikasi Dynamic Brake Test dimana kendaraan peserta harus melalui tahap uji dengan memacu kendaraannya hingga kecepatan maksimal 50 km/jam dan harus dapat dihentikan dalam jarak 20 meter.
Memasuki tahap qualifying lap yang prosesnya sama seperti qualifying lap balap mobil/ motor, kendaraan tim satu persatu dihitung catatan waktu terbaiknya dalam satu lap untuk menentukan urutan race.
Dalam tahap ini, kedua tim Indonesia telah mengerahkan upaya terbaiknya meski tidak menempati posisi 3 tim tercepat. Namun, posisi ini tak menyurutkan semangat mereka.
"Kami masih penasaran sebelum bisa mengibarkan bendera merah putih di panggung Drivers' World Championship. Kami memiliki keyakinan bahwa kami akan menjadi pemenang, meskipun kami mulai start di urutan paling belakang berdasarkan hasil qualifying laps," ujar Bhima Poetra Perdana, Manager ITS Team 2.
Kerja keras dan keseriusan tim mahasiswa Indonesia ini mendapat apresiasi dari Darwin Silalahi, President Director & Country Chairman Shell Indonesia. "Saya sangat bangga melihat kegigihan, tekad dan semangat tim-tim mahasiswa Indonesia yang luar biasa tinggi," ujarnya.
Terhenti karena Hujan
Sayangnya, cuaca yang kurang bersahabat telah menghentikan aksi para pengemudi mobil UrbanConcept dari Asia, Amerika, dan Eropa untuk membuktikan diri sebagai pengemudi terhandal yang paling efisien dalam berkendara.
Setelah cuaca panas terik mengawali hari-hari Shell Eco-marathon DWC, kompetisi ini diguyur dengan hujan lebat, tepat pada saat babak final dimulai di sore hari. Dengan pertimbangan faktor keselamatan para pengemudi, panitia akhirnya memutuskan untuk menghentikan balapan.
Aksi adu balap ini terhenti di lap kedua dari empat lap yang direncanakan. Kendaraan dari delapan tim mahasiswa yang berkompetisi gagal menyelesaikan trek balap Queen Elizabeth Olympic Park yang ikonik di London dengan energi terbatas untuk melalui trek sepanjang 6,7 km dengan variasi ketinggian trek antara 3-12 m.
Panitia akhirnya memutuskan pemilihan pemenang berdasarkan hasil qualifying lap. Untuk Shell Eco-marathon DWC kali ini, Saint Thomas Academy Experimental Vehicle Team Alpha (AS) berhak meraih juara pertama. Selanjutnya, La Joliverie Polytech Nantes (Prancis) dan Knights 3 Alden-Conger High School (AS) menempati posisi kedua dan ketiga.
Kondisi yang tidak menguntungkan disertai hujan lebat ini diakui oleh Global General Manager for Shell Eco-marathon Norman Koch, yang menurutnya sempat membuat para peserta kecewa karena mereka tidak bisa tampil maksimal.
Namun, di sisi lain, kompetisi Shell Eco-marathon DWC tahun ini sangat menantang, karena panas di London membuat dampak pada strategi efisiensi bahan bakar yang dilakukan oleh semua tim.
Meski gagal meraih hasil terbaik, kedua tim mahasiswa Indonesia tetap bisa tersenyum. Bagi mereka perjuangan untuk mewujudkan mimpi mereka belum terbayar lunas.
"Bisa bersaing hingga ke London, terasa seperti mimpi. Kalau kami tidak mengikuti kualifikasi untuk babak final Drivers' World Championship, mungkin tidak akan pernah bisa berada di sini. Kami sangat berterimakasih kepada Shell atas kesempatan luar biasa yang telah diberikan kepada kami," ujar Bhima.
Selama hampir satu pekan berada di London, diakui Bhima telah memberikan beragam pengalaman kepada mereka. Mulai dari mempelajari tim-tim dari Eropa dan Amerika yang menjadi pesaing, membuat jejaring dengan tim-tim dari Eropa dan Amerika, merasakan pengalaman berkompetisi dengan bangsa lain hingga mempelajari bagaimana bangsa lain bekerja.
"Sepulangnya kami dari London, begitu banyak yang dapat kami ceritakan kepada teman-teman dan keluarga di Tanah Air. Kami yakin pengalaman ini juga akan sangat berguna bagi kami ketika nantinya menapaki karir. Ini sungguh merupakan pengalaman sekali seumur hidup. Kami yakin kami akan kembali lagi ke Final DWC dan menang!" ujarnya optimis.
Pernyataan yang sama dilontarkan Muhammad Ivan Fadhil, Non-Technical Lead dari Bengawan Team (UNS). Dia merasakan sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan, bisa bertanding dalam satu race track dengan tim-tim juara dari Eropa dan Amerika.
"Kami bangga bisa membawa nama almamater kami dan nama negara. Selama babak kualifikasi kami jalani, beberapa masalah teknis pada mobil terjadi namun kami dapat mengatasinya dan tetap berpikir tenang. Kami yakin kami dapat meraih yang terbaik. Kami memang kecewa karena tidak keluar sebagai pemenang di Drivers' World Championship, namun kami tetap semangat dan kami yakin akan dapat kembali ke Final DWC di tahun depan!" tukasnya.
Tim-tim Indonesia telah berkompetisi pada ajang Shell Eco-marathon Asia sejak tahun pertama penyelenggaraannya pada 2010 di Sepang International Circuit, Malaysia, hingga Shell Eco-marathon Asia 2017 di Singapura.
Selama delapan tahun penyelenggaraan Shell Eco-marathon Asia, tim-tim mahasiswa Indonesia telah berhasil meraih berbagai prestasi pada kedua kategori mobil (UrbanConcept dan Prototype) dan berbagai sub-kategori sumber energi serta menorehkan rekor-rekor capaian terhemat.
Keberhasilan tim-tim Indonesia ini tak lepas dari kerja keras dan keseriusan mereka dalam menghadapi kompetisi tahunan yang bergengsi dan legendaris ini. Tekad menjadi yang terbaik dan meraih podium tertinggi telah tersemat di dada setiap anggota tim.
Mereka berhasil menyelesaikan semua tahapan kualifikasi dengan sangat memuaskan. Tim-tim mahasiswa Indonesia merupakan tim dengan kendaraan UrbanConcept yaitu kendaraan konvensional roda empat yang hemat sumber energi.
Sebagai informasi, di tahun 2017, Shell Eco-marathon Europe menjadi bagian dari program Make the Future Live. Program tersebut merupakan kampanye global yang mengajak, mendorong dan melibatkan orang-orang dari berbagai kelompok di seluruh dunia untuk terlibat dalam melakukan berbagai upaya pencarian solusi yang dapat menjawab tantangan energi masa depan.
Shell Eco-marathon Drivers' World Championship ini merupakan elemen penting dari program global 'Make the Future' yang secara khusus melibatkan generasi muda dan mahasiswa untuk mengambil peran proaktif dengan merancang, menciptakan dan mengendarai mobil hemat energi.
Harus diakui bahwa ajang Shell Eco-marathon DWC 2017 ini telah mendorong kedua tim dari Indonesia untuk tampil bukan sekedar meramaikan saja, melainkan untuk menunjukkan eksistensi dan partisipasi dalam upaya pengembangan teknologi otomotif.
Selain itu, para mahasiswa dari dua perguruan tinggi negeri ini ingin menunjukkan pada Indonesia bahwa mereka bisa bersaing di tingkat dunia. Teknologi otomotif yang mereka kembangkan bisa disejajarkan dengan hasil karya mahasiswa dari negara lain di Asia, Eropa dan Amerika. Dilihat dari spesifikasi kendaraannya, rekayasa teknologi yang mereka aplikasikan sudah sangat baik, dengan berbagai perhitungan fungsi dan manfaat.
Hal tersebut sejalan dengan kompetisi Shell Eco-marathon yang ditujukan untuk menginspirasi para pelajar/ mahasiswa untuk mengembangkan inovasi teknologi bagi masa depan, khususnya dalam hal efisiensi penggunaan sumber-sumber energi dan kinerja moda transportasi.
Tim peserta Shell Eco-marathon ditantang untuk mendesain, mengembangkan serta menguji kendaraan ciptaan mereka untuk menempuh jarak terjauh dengan menggunakan sumber energi paling hemat. [ikh]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar