Laman

Senin, 09 April 2018

Kecerdasan Buatan Bantu Tangani Kelaparan Global

Kecerdasan Buatan Bantu Tangani Kelaparan Global

INILAHCOM, Austin - Sebuah laporan PBB menyatakan bahwa 815 juta orang, atau 11 persen dari populasi dunia, mengalami kelaparan pada tahun 2016. Angka tersebut tampaknya semakin meningkat.

Namun kemiskinan bukan satu-satunya alasan, yang dialami oleh orang-orang adalah masalah ketahanan pangan.

"Kita menyaksikan meningkatnya bencana kelaparan yang disebabkan oleh pengungsian yang terkait konflik, di samping juga bencana alam, namun khususnya ada peningkatan dalam angka pengungsi di dunia," ujar Robert Opp, Direktur Inovasi dan Manajemen Perubahan di bawah lembaga Program Pangan Dunia PBB, seperti dilansir VOA News.

Organisasi kemanusiaan berpaling ke teknologi baru seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk menanggulangi masalah ketahanan pangan global.

"Apa yang ditawarkan AI saat ini adalah kemampuan untuk meningkatkan kapasitas manusia. Jadi, yang kita bicarakan bukan menggantikan manusia dan berbagai hal. Kita berbicara tentang berbuat lebih banyak hal dan melakukannya dengan lebih baik daripada yang dapat kita lakukan hanya dengan sekedar mengandalkan kapasitas manusia," ujar Opp.

Teknologi AI dapat menganalisa data dalam jumlah besar untuk mengetahui daerah-daerah yang terdampak konflik dan bencana alam dan membantu para petani di negara-negara berkembang. Data tersebut kemudian dapat diakses oleh para petani lewat smartphone mereka.

"Rata-rata perangkat smartphone yang ada saat ini di dunia lebih bertenaga dibanding keseluruhan program antariksa Apollo 50 tahun yang lalu. Jadi bayangkan seorang petani di Afrika yang mempunyai smartphone memiliki kekuatan komputasi yang lebih besar dari seluruh program antariksa Apollo," ujar Pranav Khaitan, insinyur utama di Google AI.

"Saat Anda mengambil data spesial dan data pemetaan tanah serta memanfaatkan AI untuk melakukan analisis, Anda dapat mengirimkan kepada saya informasi tersebut. Jadi singkatnya, Anda dapat membantu saya (untuk mengetahui) kapan mulai menanam, apa yang harus ditanam, dan bagaimana cara menanam," kata Uyi Stewart, Direktur Strategi Data dan Analitik Global Development Bill and Melinda Gates Foundation.

"Saat Anda mulai memadukan teknologi, AI, robotika, sensor, disanalah kita akan mulai menyaksikan terjadinya keajaiban di lahan-lahan pertanian untuk produksi, untuk meningkatkan panen," ujar Zenia Tata, wakil presiden Global Impact Strategy di XPRIZE, sebuah organisasi yang menciptakan kompetisi berinsentif untuk memungkinkan pengembangan ide-ide dan teknologi inovatif yang memberikan kemaslahatan kepada umat manusia.

"Akhirnya kembali kepada pengembangan semua teknik ini dan membuatnya tersedia bagi para petani dan orang-orang di lapangan," imbuh Khaitan.

Namun, negara-negara berkembang seringkali menjadi yang terakhir untuk mendapatkan teknologi baru.

Sebagaimana yang dinyatakan Stewart bahwa 815 juta orang mengalami kelaparan dan dia berani bertaruh 814 juta dari 815 juta orang yang kelaparan tidak memiliki smartphone. Bahkan bila teknologinya tersedia, menurut dia, masih ada berbagai hambatan lainnya.

"Banyak dari orang yang kita bicarakan ini mengalami kelaparan, dan mereka tidak bisa berbahasa Inggris, jadi ketika kita mendapatkan wawasan terkait teknologi ini, bagaimana kita dapat meneruskannya kepada mereka?" ucap Stewart.

Meskipun butuh waktu bagi teknologi baru untuk menjangkau negara-negara berkembang, banyak yang berharap kemajuan-kemajuan semacam ini akhirnya dapat mencapai kalangan petani di berbagai kawasan yang menghadapi masalah ketahanan pangan.

"Anda menciptakan teknologinya. Investasi dalam jumlah besar telah ditanamkan. Sekarang anda memodifikasinya, yang memungkinkan biayanya dapat ditekan lebih rendah juga," ujar Teddy Bekele, Wakil Presiden AgTechnology yang berada di bawah perusahaan agribisnis dan pangan asal AS, Land O’Lakes.

"Jadi, saya rasa tiga hingga empat tahun mungkin kita akan memiliki beberapa hal yang kita miliki di sini untuk digunakan di sana (negara-negara berkembang) juga," sebagaimana diprediksi oleh Bekele.

Mereka yang bekerja di organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan para wirausahawan harus melihat di luar negara mereka untuk mengadaptasi teknologi baru untuk menanggulangi kelaparan global, atau muncul dengan model swasta publik.

Para petani akan membutuhkan peralatan itu selain juga pelatihan sehingga mereka dapat memanfaatkan kekuatan dari AI untuk membantu penyediaan pangan mereka yang mengalami bencana kelaparan di negara-negara berkembang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar