Laman

Rabu, 31 Januari 2018

Tahun 2017 Catat Rekor Terpanas Bagi Lautan Dunia

Tahun 2017 Catat Rekor Terpanas Bagi Lautan Dunia

INILAHCOM, Beijing - Laut tampaknya tidak akan mendingin dalam waktu dekat, demikian temuan sebuah studi.

Faktanya, 2017 mencetak rekor sebagai tahun terpanas bagi lautan, menurut para peneliti dari Chinese Academy of Sciences, China.

Temuan mereka mengindikasikan 'kecenderungan pemanasan jangka panjang yang dipicu oleh aktivitas manusia'.

National Geographic melansir, studi tersebut mengukur kenaikan suhu laut secara keseluruhan, tetapi Samudra Atlantik dan Antartika mengalami pemanasan paling parah.

Para ilmuwan mengamati data suhu lautan yang mulai dikumpulkan sejak tahun 1950-an oleh para peneliti dari berbagai institusi, termasuk NOAA di AS Sejak akhir 1990-an, suhu laut mulai meningkat.

Suhu lautan pada 2017 terukur lebih panas disbanding 2015, rekor tahun terpanas sebelumnya.

Dengan mengamati data global yang dihimpul selama beberapa dekade, para peneliti berharap dapat mendapatkan gambaran akurat tentang tren pemanasan yang menyebabkan anomali cuaca.

Suhu lautan pada 2016, misalnya, lebih rendah dibanding 2015 dan 2017 karena efek El Nino yang mendinginkan air.

Apa dampaknya bagi kita?

Wisatawan pantai yang mengarungi ombak sepertinya tidak akan memperhatikan kenaikan suhu secara bertahap, dan akibatnya dampak atmosfer akan sulit untuk divisualisasikan. Namun, itu bukan berarti pemanasan lautan tidak memiliki dampak-dampak yang nyata dan berbahaya.

Dalam studi mereka, para peneliti menyebutkan bahwa pemutihan terumbu karang dan pelelehan es laut sebagai korban dari pemanasan lautan.

Pemutihan terumbu karang terjadi ketika karang mengalami stres akibat panas, cahaya, atau polusi, sehingga mengusir ganggang simbiotik yang mereka butuhkan. Tanpa ganggang, karang dapat kelaparan.

Satu penelitian serius yang dirilis awal bulan ini menemukan bahwa ‘jendela’ untuk menyelamatkan mereka mulai tertutup secara cepat.

Sementara semua harapan mungkin tidak hilang untuk es laut, tutupan es Arktik perlahan lenyap dalam beberapa dekade terakhir. Sejak satelit mulai mengukur cakupan dan ketebalan lapisan es laut pada tahun 1979, terjadi penurunan pada keduanya.

Para peneliti juga menyebut bahwa penurunan oksigen di laut sebagai dampak potensial dari pemanasan lautan. Awal bulan ini, studi baru menemukan bahwa beberapa jenis ikan menghindari area tertentu di lautan yang kadar oksigennya rendah karena membuat mereka kesulitan bernafas.

Peningkatan permukaan laut, lebih banyak badai intens, dan habitat laut yang tak stabil dan rentan terserang penyakit merupakan efek lain yang mungkin terjadi akibat pemanasan suhu lautan.

Dalam studi yang ditulis untuk Guardian, seorang professor ilmu geotermal di University of St. Thomas mencatat, “Jika Anda ingin memahami pemanasan global, Anda harus memahami pemanasan lautan terlebih dahulu.”

Apa penyebabnya?

Gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana telah disebut-sebut sebagai penyebab utama kenaikan suhu, karena mereka memerangkap lebih banyak panas dan lebih dekat dengan permukaan Bumi.

Sebuah studi yang dipublikasikan pada 2016 menemukan bahwa setiap ton CO2 yang tak dilepaskan ke atmosfer, dapat menyelamatkan 32 kaki persegi es Arktik.

Polutan-polutan yang sudah terlanjur dilepaskan di atmosfer kita, membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun hingga akhirnya dapat benar-benar hilang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar