INILAHCOM, Jakarta - Layanan OTT video on demand Netflix tengah menjadi sorotan belakangan ini. Tak hanya karena Netflix yang enggan membayar pajak di Indonesia, namun juga terkait muatan pornografi dan LGBT yang ada di muatan-konten Netflix.
Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengungkap ketika Netflix ingin beroperasi di Indonesia harus menutup akses terhadap konten-konten pornografi.
"Kalau mereka (Netflix) mau beroperasi di Indonesia harus mematikan konten yang pornografi tadi, agar gak bisa diakses di indonesia.” ujarnya.
Setiap platform ditegaskannya harus mengikuti payung hukum yang berlaku di Indonesia. Setidaknya, perlu ada komitmen dari platform untuk memblokir konten yang memuat pornografi.
Indonesia sendiri memiliki payung hukum terhadap konten-konten yang melanggar kesusilaan, termasuk pornografi. Mulai dari UU ITE pasal 27 ayat 1 hingga UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi. Adapun Undang-undang berlaku secara menyeluruh, tak terkecuali Netflix.
Terkait konten negatif yang masih banyak beredar di tayangan Netflix tersebut, Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo mendesak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk memblokir (take down) konten-konten yang bermuatan pornografi, SARA dan melanggar norma kesusilaan yang ada di Netflix.
Menurut dia, Kominfo punya kewenangan untuk melakukan take down Netflix tanpa harus menunggu laporan dan keluhan dari masyarakat.
"Kewenangan take down ada di Kominfo. Seharusnya tanpa perlu menunggu laporan dari masyarakat, Kominfo wajib melakukan monitoring. Kalau itu bertentangan minimal menegur atau bisa take down Netflix. Jadi ancaman take down itu bisa memperkuat posisi tawar Indonesia," ujar Sudaryatmo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Dia juga meminta Netflix harus menghormati norma-norma yang berlaku di Indonesia dan menganjurkan masyarakat melaporkan konten-konten bermasalah di Netflix kepada Kominfo.
"Seperti di Arab Saudi, siaran televisi dari Prancis menyesuaikan dengan norma yang berlaku di Arab Saudi. Seharusnya Netflix menghormati norma-norma di Indonesia,” lanjut Sudaryatmo.
Hal senada juga disampaikan Pengamat Telekomunikasi Indonesia Heru Sutadi. Menurut dia, net neutrality yang selama ini menjadi acuan kelompok pro Netflix dan merasa berhak menikmati konten apapun di layanan video berbayar itu tidak tepat.
"Faktanya net neutrality itu tidak berlaku di beberapa negara, sebut saja China dimana masyarakatnya tidak bisa mengakses Google maupun Facebook. Hal ini juga terjadi di beberapa negara lain," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.
Terkait polemik konten Netflix tersebut, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio mengatakan bahwa pihaknya ingin ikut mengatur konten yang ada di Netflix tersebut jika diamanahkan oleh undang-undang.
Lebih lanjut disampaikan Agung, jika memang ada proses pengawasan untuk Netflix, maka peraturan yang berlaku kurang lebih mirip seperti pengawasan terhadap TV berlangganan.
"Kami melihat mekanisme layanan streaming ini sedikit mirip dengan tv berlangganan," ujar dia.
Agung juga cukup menyayangkan karena di banyak negara peran pengaturan terhadap layanan streaming seperti Netflix ada di regulator telekomunikasi tetapi harus berkolaborasi dengan lembaga penyiaran, di Indonesia berbeda.
Saat ini, KPI sedang menggandeng banyak pihak untuk merevisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3PSP) dan norma-norma bermasyarakat saat ini.
"Dalam revisi ini melibatkan beragam pihak seperti akademisi, pemerintah dan lainnya. Saat ini P3SPS ini belum ada aturan untuk media baru. Sejauh ini KPI hanya mengawasi tayangan TV konvensional. Untuk internet dan VOD belum ada regulasi. Kalaupun ada regulasi lebih soft," pungkas Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar