INILAHCOM, Tasmania - Menurut penelitian terbaru, gelombang panas yang melanda seperempat samudra di dunia dalam dua tahun terakhir ini disebabkan oleh perubahan iklim. Serangan air hangat tersebut dikaitkan dengan kematian satwa dan rusaknya ekosistem laut.
Mengutip The Independent, secara alami air laut melewati fase suhu lebih tinggi atau dikenal dengan sebutan El Nino, yang menyebabkan air di Samudra Pasifik lebih hangat.
Perubahan iklim juga dianggap berkontribusi pada fluktuasi suhu tersebut. Lebih tepatnya, perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia.
Pada 2016, sekelompok peneliti berfokus pada pemanasan yang terjadi di sekitar Australia Utara dan Samudra Pasifik bagian utara antara Alaska dan Rusia.
Suhu ekstrem yang terjadi Teluk Alaska menyebabkan kematian ribuan burung laut dan paus. Sementara pemanasan di Australia menghasilkan pemutihan karang secara masif.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Bulletin of the American Meteorological Society, berdasarkan studi yang dipimpin oleh Eric Oliver dari University of Tasmania, Australia, juga menyelidiki penyebab gelombang panas yang terjadi di timur laut Australia.
"Kami yakin 99 persen bahwa perubahan iklim akibat ulah manusia menjadi penyebab munculnya gelombang panas di lautan hingga beberapa kali. Ada kemungkinan ini akan terjadi lebih sering di masa depan," kata Oliver.
Pada analisis terbaru, Oliver dan tim penelitinya menyimpulkan bahwa gelombang panas bawah laut terjadi sebanyak 53 kali di wilayah tersebut. Gelombang panas yang muncul di Samudra Pasifik bagian utara dan Australia pada 2016, merupakan yang paling intens dan terpanjang dalam sejarah.
Penelitian ini menambah kumpulan karya ilmiah yang berusaha memahami sejauh mana bencana alam dan cuaca ekstrem dapat dikaitkan dengan perubahan iklim.
Jumat, 19 Januari 2018
Gelombang Panas Mematikan Bakal Sering Terjadi
Gelombang Panas Mematikan Bakal Sering Terjadi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar