Laman

Senin, 20 Februari 2017

Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Mental Manusia

Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Mental Manusia

INILAHCOM, Atlanta - Tak hanya berdampak pada lingkungan, perubahan iklim ternyata juga memiliki efek buruk terhadap kesehatan mental manusia.

Hal tersebut diungkapkan oleh Lise Van Susteren yang mewakili tim ilmuwan dari The Center for Health and the Global Environment di Harvard T.H. Chan School of Public Health di Cambridge, AS.

Van Susteren menyampaikan hubungan antara perubahan iklim dan kesehatan mental di Climate & Health Meeting yang digelar di Atlanta, Georgia, AS, pada 16 Februari lalu.

Forum ini mempertemukan para ahli dari berbagai organisasi kesehatan masyarakat, universitas, dan kelompok advokasi untuk membahas dampak perubahan iklim terhadap kesehatan.

"Para peneliti telah mendokumentasikan hubungan antara iklim yang ekstrim dan peristiwa cuaca dengan peningkatan agresi," kata Van Susteren seperti dikutip National Geographic dari Live Science.

Ia mengatakan, sebuah studi di tahun 2013 yang diterbitkan dalam jurnal Science menemukan bahwa peningkatan suhu dan curah hujan ekstrim terkait dengan peningkatan konflik antar individu maupun kelompok.

"Suhu yang meningkat menyebabkan peningkatan level adrenalin dalam tubuh, yang dapat berkontribusi pada agresi," ujar Van Susteren.

Ia juga menyoroti hubungan antara meningkatnya polusi udara dengan risiko masalah neurologis dan psikiatris yang lebih tinggi.

"Ketika seseorang menghirup partikel-partikel polutan di udara yang tercemar, partikel tersebut dapat memasuki syaraf penciuman seseorang dan menyebabkan peradangan syaraf," ucapnya.

Ia menambahkan, peradangan syaraf terkait dengan gangguan kesehatan yang ditemukan di semua kelompok umur, termasuk penyakit Alzheimer dan gangguan kognitif.

"Satu hal yang perlu diteliti lebih lanjut, yaitu apakah inflamasi syaraf ini juga dapat menyebabkan lebih banyak gangguan psikiatris konvensional, seperti kecemasan dan depresi. Sebab sebelum ini, American Psychological Association telah melaporkan bahwa ketika wanita hamil terpapar polusi udara, anak yang dilahirkan cenderung memiliki gejala kecemasan dan depresi," tambah Van Susteren.

Namun, ia mencatat bahwa tak semua efek perubahan iklim pada kesehatan dapat dihitung dengan mudah dalam studi.

"Tak semua hal bisa dithitung. Sebaliknya, ada efek tersembunyi dan berbahaya dari perubahan iklim yang dapat menyebabkan tekanan psikologis pada masyarakat yang akan sulit untuk diatasi," ujarnya.

Salah satu kasusnya, ia menyebutkan seorang remaja berusia 17 tahun asal Australia yang mengalami stres akibat perubahan iklim. Pasien tersebut menolak meminum air karena ia meyakini bahwa tindakannya itu dapat menyebabkan kematian jutaan orang di negara-negara yang dilanda kekeringan parah.

Dokter yang menanganinya menyebut kondisi stres tersebut sebagai 'delusi perubahan iklim'. Sang dokter pun melaporkan kasus langka tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang diterbitkan dalam Australian and New Zealand Journal of Psychiatry pada 2009 silam.

Dalam paparannya, Van Susteren juga menekankan pentingnya mengambil langkah penanganan terhadap perubahan iklim.

"Jika kita tidak segera bertindak, perubahan iklim bisa memberikan efek mendalam seperti kasus remaja Australia pada kesehatan mental anak-anak lain juga," pungkasnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar